Selamat Membaca
--------------------------------------------------------------------------------------------
Pagiku dimulai lebih awal.
Jam alarm berdering pada jam 5 pagi, aku mengusap mata yang mengantuk dan keluar setelah diam di tempat tidur selama 2 menit.
Meskipun lebih baik bangun pagi karena sekarang sudah musim panas, tapi suhu masih terasa dingin dan rasanya tidak ingin berpisah dari futon.
Kamarku yang ada di rumah baru berada di ujung lorong lantai pertama.
Di rumah tempat kami dulu tinggal, aku tidur bersama dengan kakak laki-lakiku, jadi aku masih tidak terbiasa tidur di kamar sendirian. Terkadang, meskipun tidak ada seorang pun di sana, aku akan berbalik dan memanggil nama kakak laki-lakiku, walaupun itu terlihat sangat memalukan.
Aku adalah orang yang memilih kamar di lantai pertama. Pada awalnya seharusnya kamarku berada di lantai dua, dan kamar ayahku seharusnya ada di sini.
Kupikir ayah akan kesulitan di lantai dua karena lebih sempit, tetapi bagiku kamar ini lebih baik karena lebih dekat dengan dapur dan toilet, jadi aku meminta ayah untuk berganti kamar denganku.
Setelah aku meninggalkan kamar, aku menuju wastafel dan mencuci muka.
Aku bercermin di cermin dengan rambutku yang masih berantakan dan wajah yang mengantuk.
Aku mengalihkan pandanganku sedikit ke atas saat aku sedang menggosok gigiku.
Wastafel itu dilengkapi dengan aksesoris kecil.
Ada dua alat cukur dengan warna yang berbeda di tempat di mana aku tidak bisa menjangkaunya.
Yang berwarna oranye adalah milik saudara laki-lakiku, dan yang hitam adalah milik ayah. Jika kamu bertanya mengapa mereka membeli dua barang yang berbeda, mereka masing-masing harus menemukan yang cocok untuk digunakan, sepertinya akan terasa sakit jika tidak cocok digunakan.
Betapa merepotkannya. Aku ingin tahu apakah aku juga akan segera menggunakannya.
Ayah dan kakak laki-lakiku berbadan tinggi. Aku harus melihat ke atas sepanjang waktu, sehingga leherku terasa sakit.
Rumah ini dan rumah kami sebelumnya memiliki banyak tempat yang tidak bisa kujangkau.
Karena aku sudah mengatur dapur, sebagian besar barang-barang telah ditempatkan dalam jangkauan yang bisa kuraih, tetapi ada hal-hal yang tidak dapat kulakukan tanpa bangku misalnya, mengganti sampo, deterjen mandi dan bola lampu.
Ada juga beberapa hal yang tidak dapat kujangkau bahkan jika aku menggunakan bangku.
Aku ingin menjadi lebih besar dengan cepat
Aku berkumur dan menyeka wajahku.
Aku masih mengantuk, tetapi tidak ada waktu yang tersisa, jadi ayo kita bergegas.
Aku tiba di ruang makan.
Aku menyalakan lampu dan memperhatikan ruangan itu.
Ruangan ini terlihat luas dan menyenangkan.
Dapur baru, Yah aku harus cepat terbiasa dengan ini semua.
Dapur terbuka ini memang luar biasa. Rasanya seperti orang kaya.
Aku membuka penanak nasi, benda itu dibeli untukku sebagai hadiah Natal tahun lalu, walaupun panci inframerah jauh lebih menakjubkan. Benda ini adalah salah satu benda favoritku.
Ayah mengatakan bahwa karena penanak nasi adalah benda yang digunakan oleh seluruh keluarga, dia akan membeli sesuatu yang lain sebagai hadiah untukku, tetapi sebenarnya tidak ada yang kuinginkan.
Aku memutuskan untuk membeli sesuatu setelah aku memiliki sesuatu yang kuinginkan.
Ayah tersenyum kecut dan berkata, "Kalian adalah saudara yang benar-benar tidak punya keinginan."
Apakah begitu? Padahal aku benar-benar menginginkan penanak nasi.
Ngomong-ngomong, kakak laki-lakiku berusaha terlihat keren dan berkata, "Aku bukan anak kecil lagi, jadi aku tidak memerlukan hadiah Natal."
Lalu ayahku menunjuk ke arahnya sambil tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Orang yang mengatakan dia bukan anak-anak malah menghabiskan Natal di rumah."
Meskipun tidak masalah menghabiskan Natal di rumah. Malahan, tempat terbaik untuk menghabiskannya adalah di rumah.
Baiklah, nasi sudah matang.
Bau yang merangsang nafsu makan segera menyebar di dapur, aku sangat suka bau ini.
Aku mengeluarkan wajan dari bawah bak cuci dan meletakkannya di atas kompor.
Aku menempatkan bangku panjang yang dibuat ayah untukku di bawah kompor.
Dapur ini berbeda dengan dapur yang lama dan sedikit lebih tinggi.
Aku mengatur wajan di atas kompor dan pergi untuk membuka tirai di ruang makan.
Di luar masih gelap.
Aku menekan tombol power AC yang tergantung di dinding.
Aku mulai mengambil celemek yang tergantung di pintu masuk ruang makan, kembali ke dapur dan menyalakan ventilator.
Aku mendapat celemek kuning tahun lalu, ini juga salah satu benda favoritku.
Aku membuka kulkas dan mengeluarkan makanan sisa.
Daging panggang ini dibungkus oleh *asparagus yang telah disiapkan kemarin malam. Aku melepas bungkus yang melekat dan meletakkannya di dapur.
TL Note : Asparagus, dalam pengertian umum, adalah suatu jenis sayuran dari satu spesies tumbuhan genus Asparagus. Asparagus telah digunakan sejak lama sebagai bahan makanan karena rasanya yang sedap dan sifat diuretiknya.
Aku mengambil botol minyak dan menuangkannya ke wajan.
Sekarang aku harus membuat bento untuk ayah.
Ayah tidak mengubah tempat kerja meskipun kami pindah cukup jauh dari tempat tinggal kami yang dulu.
Sekarang, ia membutuhkan waktu satu jam untuk mulai bekerja, kehidupan kerja yang sulit akan segera dimulai.
Ya, ayahlah yang ingin pindah rumah, jadi dia tidak punya pilihan selain melakukan yang terbaik.
Setidaknya untuk makan siang, aku ingin dia makan sesuatu yang enak.
Sudah menjadi tanggung jawab untuk membuat bento ayah sejak kelas 3.
Rupanya, kami makan roti toserba sampai saat itu. Tidak peduli bagaimana kamu mengatakannya, hal itu akan menjadi makanan yang membosankan.
Aku masih belajar di taman kanak-kanak ketika ibuku meninggal.
Ayah dan kakak laki-lakiku sangat tidak bisa diandalkan, tetapi aku melihatnya dari sudut pandang anak-anak, mereka berdua melakukan yang terbaik dan bekerja sangat keras untuk melakukan pekerjaan rumah.
Aku masih kecil sehingga aku tidak bisa melakukan apa-apa, tetapi aku bisa membantu sedikit demi sedikit dan sekarang aku berada di sini.
Pada awalnya, tugasku hanya membersihkan, tetapi hanya sejauh menyelesaikan apa yang sudah dimulai sebelumnya.
Berikutnya adalah mencuci, hanya sebatas memasukkannya ke dalam mesin cuci.
Aku hanyalah membantu ketika kakakku membuat makan malam, tetapi hanya sebatas mengupas bahan makanan saja.
Itu membuatku frustrasi.
Aku melakukan yang terbaik setiap hari. Aku sangat kesepian setelah ibu meninggal, tetapi setiap hari aku sibuk sehingga aku tidak punya waktu untuk memikirkannya.
Jika aku memikirkannya kembali, ayah, kakakku dan diriku hanya mengandalkan ibu, jadi ketika kami kehilangan beliau, pasti ada banyak hal penting yang harus kami kerjakan untuk pertama kalinya.
"Selamat pagi."
Ayah sudah bangun.
Sejujurnya, kupikir tidak pantas membiarkan kerah baju itu terbuka, tetapi ayah yang bekerja itu terlihat keren.
"Selamat pagi. Sarapan sudah hampir siap. "
Aku membuat sup miso dan salad kemarin. Dan sekarang aku baru saja menggoreng ikan.
"Terima kasih."
Ayahku tersenyum sambil membelai kepalaku.
"Sudah cukup, cepat dan bersiaplah."
Lagipula, dia harus mencukur jenggot dan aku harus merapikan rambutku, karena tidak ada banyak waktu di pagi hari.
"Yah, sepertinya Kunpei masih tidur di kamar."
Kalau dipikir-pikir, karena kamar kakak sedang digunakan oleh naga-neechan dan bayinya, aku menyuruhnya tidur di sofa yang ada di ruang makan.
"Memangnya kenapa?"
"Bayi-bayi itu menangis di malam hari."
Ayah tertawa sambil memperbaiki kacamatanya.
"Bayi yang menangis di malam hari itu adalah hal yang mengerikan, sepertinya sama saja dengan bayi naga."
Aku tidak menyadarinya sama sekali.
"Sulit bagi Aoinoun-chan untuk menghentikan tangisan si kembar sendirian."
Jadi, itulah alasan mengapa kakak ada di ruangan itu?
"Tanpa diduga, putra tertuaku tampaknya menjadi ayah yang baik."
Aku tidak begitu mengerti.
“Yah, karena sekolah masih libur, jadi biarkan dia tidur dulu. Aku juga bisa mendengarnya dari kamar di lantai yang sama, jadi mereka itu menangis setiap jam.
"Apakah ayah juga tidak bisa tidur nyenyak?"
Mungkin lebih baik mengganti kamar.
"Yah, aku sudah terbiasa dengan itu saat kalian kecil, dan aku dipisahkan oleh satu ruangan sehingga tidak seburuk itu, Kunpei mungkin akan menjadi sangat lelah."
Aku ingin tahu apakah ayah baik-baik saja hanya karena dia bisa saja hanya menahannya.
Bahkan jika aku mengatakan ini atau itu, dia adalah satu-satunya yang memiliki pengalaman mengasuh anak.
Aku merasa tidak yakin tetapi untuk sekarang, mari kita fokus pada bento dan sarapan. Kurang dari satu jam sampai ayahku meninggalkan rumah.
"Shou, aku akan meletakkan kartu di sini, bisakah kamu memberikannya kepada Kunpei?"
"Kartu?"
Aku penasaran kenapa.
Ayah meletakkan sesuatu di atas meja.
Hmm? Apakah itu kartu kredit?
“Ada banyak keperluan yang kamu butuhkan untuk bayi. Aku membeli popok dalam perjalanan pulang kemarin, tetapi itu adalah barang-barang konsumsi, jadi lebih baik jika dia memilikinya. Ada juga pakaian. Dan barang-barang bayi itu mahal lho, itu sebabnya gunakan saja kartu ini."
Sungguh, Aku benar-benar tidak tahu tentang hal itu.
"Nanti akan merepotkan jika kamu tidak segera membelinya, jadi katakan padanya bahwa biarpun harganya mahal itu tidak masalah. Orang itu harusnya tahu cara menggunakan kartu ini. ”
"Aku mengerti, aku akan memberitahunya."
Ayahku mengangguk dan menuju kamar mandi.
Jika aku yang mengatakannya, daging panggang yang dibungkus dengan asparagus yang dimasak dengan sempurna, juga telah dibumbui dengan baik.
Aku akan biarkannya dingin dan memasukkannya ke dalam bento.
Aku meletakkan panci sup miso di atas kompor dan mengeluarkan ikan dari kulkas.
Aku mencuci wajan, mengeringkannya lalu menyalakan api.
Aku pikir hal itu akan selesai pada saat ayah kembali.
Aku mengeluarkan mangkuk salad yang dibungkus dari lemari es.
Saus shiso juga sangat populer, ayah dan kakak sangat menyukainya.
"Walaupun demikian…"
Kakakku sudah menjadi seorang ayah, kan?
Aku tidak bisa membayangkannya sama sekali.
"Apakah itu akan baik-baik saja?"
Aku mengangkat kepalaku dan melihat ke lantai dua.
Meskipun aku mengatakan hal itu, aku hanya bisa melihat langit-langit dapur.
Pagi yang tenang, lantai dua yang sunyi.
Ada orang yang tidak kukenal, dan kakakku terlihat berbeda dari biasanya, tetapi itu tidak terasa seperti itu bagiku.
Sebelumnya | Daftar Isi | Selanjutnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TULIS KOMENTAR